
HALSEL,DauriNetTV.com – Sesepuh Makayoa Maluku Utara, Drs. Muhammad Yamin Pune Tawari, mengungkap kembali pentingnya memahami asal-usul sejati Kesultanan Bacan dalam bingkai sejarah Moloku Kie Raha. Dalam pemaparannya, beliau menjelaskan bahwa akar sejarah Kesultanan Bacan sebenarnya berasal dari Pulau Makian, tepatnya di Desa Tahane—satu kawasan yang memiliki nilai historis tinggi sebagai pusat awal peradaban Islam di wilayah itu.
Menurut Drs. Yamin Tawari, sebelum Kesultanan Bacan berdiri secara utuh di pulau Bacan seperti dikenal hari ini, entitas kerajaan tersebut telah mengalami proses perpindahan dari Makian ke Bacan. Perpindahan ini bukan hanya bersifat geografis, tetapi juga membawa struktur kekuasaan politik, budaya, dan keagamaan dari Makian, termasuk kehadiran para Sangaji—pemimpin militer dan politik lokal masa itu.
“Sangaji Habari adalah pemimpin pertama yang dinobatkan di Tahane pasca perpindahan, dan dari garis keturunannya kemudian lahirlah Sangaji Arif Billa, tokoh penting yang memegang peran strategis dalam sejarah perjuangan rakyat Moloku Kie Raha,” ujar Drs. Yamin.
Sangaji Arif Billa dikenal sebagai pemersatu kekuatan laut dan pendiri armada gabungan antara Kesultanan Bacan dan unsur kekuatan Makian lainnya. Kekuatan militer ini kemudian menjadi bagian penting dalam membantu perjuangan Sultan Nuku—pemimpin besar dari Kesultanan Tidore dalam melawan kolonialisme VOC dan kekuatan asing lainnya pada akhir abad ke-18.
“Hubungan erat antara Kesultanan Bacan dan Tidore kembali terjalin kuat pada abad ke-17 hingga 18. Melalui jaringan Sangaji di Tahane yang dipimpin oleh Arif Billa, kekuatan Sultan Nuku mendapatkan dukungan signifikan—baik dari sisi logistik maupun moral,” tambahnya.
Tahane sendiri bukanlah wilayah biasa. Desa ini merupakan situs awal persebaran Islam di Pulau Makian dan memiliki warisan sejarah penting, salah satunya adalah keberadaan Masjid Muhammad Al-Baqir—yang diyakini sebagai salah satu masjid tertua dan masih berdiri hingga kini. Masjid ini menjadi simbol awal peradaban Islam di Makian serta pusat spiritual dan budaya masyarakat setempat.
Sebagai Sesepuh Makayoa, Drs. Yamin Tawari menyampaikan bahwa narasi sejarah seperti ini harus dipahami, didokumentasikan, dan diluruskan agar generasi muda Moloku Kie Raha tidak kehilangan akar identitas sejarahnya. Ia juga mengajak semua pihak, baik pemerintah daerah, lembaga adat, maupun institusi pendidikan, untuk mengangkat kembali nilai-nilai perjuangan dan peradaban yang pernah berjaya di wilayah tersebut.
“Kesultanan Bacan bukan tiba-tiba muncul. Ia adalah produk dari proses sejarah panjang, perjuangan keras, dan pemikiran besar dari para leluhur kita, terutama dari Pulau Makian. Ini adalah bagian dari jati diri orang Makayoa dan Moloku Kie Raha yang tak boleh dilupakan,” tegasnya.
Pemaparan Drs. Yamin ini membuka kembali ruang diskusi serius dalam kalangan sejarawan lokal, budayawan, dan akademisi. Banyak yang kini mendorong dilakukan kajian sejarah secara sistematis terhadap asal-usul Kesultanan Bacan, termasuk mendokumentasikan peran besar tokoh-tokoh seperti Sangaji Arif Billa sebagai bagian tak terpisahkan dari sejarah nasional.
Redaksi: Mito
Editor: TB